Search

Custom Search
Load - Submit Plus Load - Enter URL :

Konflik antara Manusia dan Harimau di Riau.


Pekanbaru – Kebanyakan insiden konflik antara manusia dan harimau di Provinsi Riau dalam kurun 12 tahun terakhir telah terjadi di dekat kawasan hutan yang ditebangi oleh perusahaan-perusahaan kelompok raksasa pabrik kertas Asia Pulp and Paper (APP)/Sinar Mas Group (SMG), demikian menurut analisa data konflik manusia-harimau.

Sejak 1997 di Provinsi Riau saja, 55 orang dan 15 ekor harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) telah terbunuh akibat konflik, demikian menurut Eyes on the Forest, sebuah koalisi LSM yang melakukan investigasi kejahatan kehutanan dan konflik di provinsi bagian tengah Sumatera tersebut. Tercatat juga 17 harimau telah ditangkap dan dipindahkan dari hutan habitatnya.

Sumatera memiliki sejumlah hutan dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia, dimana luas hutan di Sumatera sejak 1985 hingga 2007 telah berkurang hingga hampir setengahnya (48 persen). “Dengan hilangnya habitat hutan, harimau tak memiliki tempat untuk mencari makan dan bersembunyi. Dalam sebulan terakhir saja, empat ekor harimau mati terbunuh di Riau,” kata Ian Kosasih, Direktur Program Kehutanan dari WWF-Indonesia. “Saat ini terdapat kurang dari 400 ekor harimau Sumatera saja yang hidup di alam dan itu artinya setiap harimau yang mati merupakan kehilangan yang sangat signifikan bagi bertahannya populasi atwa langka tersebut.”



Dengan memetakan lokasi-lokasi konflik harimau dan manusia lalu menyatukannya dengan peta konsesi perkebunan tanaman industri, Eyes on the Forest menemukan korelasi langsung antara konflik harimau dan praktek kehutanan yang tidak berkelanjutan oleh perusahaan-perusahaan kelompokAPP/Sinar Mas yang mensuplai bahan baku bagi produksi kertas dan bubur kertas APP. Setidaknya 147 dari 242 kasus atau 60% dari seluruh konflik di Propinsi Riau telah terjadi di lansekap Senepis, dimana APP melakukan ekspansi penebangan hutan alam di lima konsesi khususnya sejak 1999, dimana tiga di antaranya belum memiliki izin definitif dari Departemen Kehutanan.

“Dari segi hukum kegiatan APP/Sinar Mas di Senepis bisa dipertanyakan legalitasnya sedangkan dari segi lingkungan kegiatan mereka sangat stidak bertanggungjawab,” ujar Johnny Setiawan Mundung dari Walhi Riau. “APP telah membuat pernyataan publik yang menggelikan, bahwa mereka sedang memimpin sebuah inisiatif konservasi harimau di kawasan Senepis, padahal kenyataannya mereka justru membahayakan keamanan masyarakat setempatdan mendorong harimau semakin dekat menuju kepunahan. APP menghancurkan hutan-hutan dan satwaliar.”

Kawasan yang ditebangi sekitar hutan Kerumutan telah menjadi titik panas (hotspot) baru bagi konflik harimau, tahun ini saja empat ekor harimau mati terbunuh dalam tiga insiden terpisah di kawasan tersebut. Sebagian besar dari hutan gambut dalam ini izinnya sudah dimiliki oleh kelompok perusahaan milik APP/Sinar Mas dan di sejumlah lokasi sudah mulai ditebangi dalam beberapa tahun ini. Eyes on the Forest meyakini praktek penebangan tersebut dipertanyakan legalitasnya. Sejak 2007, Kepolisian Daerah Riau dan Polri telah menyidik 14 perusahaan-perusahaan sebagai bagian kasus pembalakan liar yang luas. Separuh dari jumlah itu adalah perusahaan tergabung dengan APP/SMG, termasuk satu konsesi di Kerumutan, PT Bina Duta Laksana, dimana terjadi konflik manusia-harimau pada Februari 2009. Namun demikian, penyidikan kasus pembalakan liar dihentikan pada Desember 2008, kecuali terhadap satu kasus dari kelompok APP, PT Ruas Utama Jaya, dengan konsesi yang berlokasi di Senepis.

“Polda Riau seharusnya melanjutkan penyidikan terhadap kegiatan ekspansi hutan alam yang berdampak pada pengrusakan lingkungan termasuk aktivitas APP/Sinar Mas sehingga ada kepastian hukum dan keselamatan warga atas hak lingkungan dan sosial yang lebih baik di Riau sekarang,” ujar Susanto Kurniawan, koordinator Jikalahari yang baru terpilih kembali. Pada Februari tahun ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertekad memulai lagi penyidikan kasus-kasus 13 perusahaan dan Komisi Hukum (III) Dewan Perwakilan Rakyat mendukung langkah ini.APP bertanggungjawab terhadap sejumlah besar penebangan hutan di Sumatera melebihi perusahaan-perusahaan lainnya. Sejak ia mulai beroperasi pada kurun 1980-an, APP diperkirakan telah membuka lebih dari 1 juta hektar hutan alam di provinsi Riau dan Jambi. Saat ini, beberapa LSM merasa prihatin dengan keterlibatan APP/SMG dalam penghancuran hutan di blok-blok Senepis, Kerumutan, Semenanjung Kampar dan Bukit Tigapuluh di dua provinsi tersebut. Eyes on the Forest menyerukan kepada APP dan perusahaan-perusahaan yang targabung dalam Sinar Mas Grup untuksegera menghentikan pembukaan hutan.

Selain merupakan habitat penting bagi harimau Sumatera, Senepis, Kerumutan, Semenanjung Kampar dan hutan gambut lainnya di Riau juga merupakan cadangan karbon global. Dengan adanya lahan gambut yang sangat dalam dan kaya karbon , maka hanya dengan meneebang pohonnya atau merusak lahan tanahnya saja akan menimbulkan emisi karbon yang cukup signifikan sehingga berdampak bagi perubahan iklim global. Dari hilangnya habitat hutan alam di Riau sejak 1982 hingga 2007 di Riau, 24 persennya telah dibuka atau digantikan oleh hutan tanaman kayu pulp dan 29 persen lagi dibuka atau digantikan oleh perkebunan kelapa sawit.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Djabalok Gen © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top