Search

Custom Search
Load - Submit Plus Load - Enter URL :

Dilema Buruh Kontrak…

Oleh Jusuf Kalla - 29 Juni 2009

UU No 13 Tahun 2003 merupakan sebuah produk Undang-undang yang sangat kontraversial. Mengapa demikian ini karena peraturan tenaga kerja outsourcing yang menimbulkan banyak dilema baik oleh karyawan outsourcing itu sendiri, maupun bagi perusahaan yang mempekerjakan mereka.

Di lain sisi perusahaan harus menghemat pengeluaran perusahaan namun ia juga akan berhadapan dengan masalah kompetensi. Maka untuk itu, biasanya perusahaan yang merekrut para karyawan outsourcing biasanya akan mengupah mereka dengan gaji di bawah UMR.

Pada sisi karyawan outsourcing itu sendiri, mereka mengalami ketidak pastian, sebab sewaktu waktu mereka bisa di PHK tanpa adanya pesangon serta masalah gaji yang rendah. Mereka juga tidak mendapat hak hak jaminan sosial sebagaimana yang diatur dalam UU ketenaga kerjaan.

Menghapus sistem outsourching tentulah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mengingat ada beberapa pekerjaan pada suatu perusahaan yang tidak berlaku permanen, seperti tukang cat, cleaning servis, atau pun pekerjaan yang berkala. Untuk itu kerugian tersendiri bagi perusahaan untuk merekrut pegawai permanent untuk pekerjaan berkala tersebut.

Namun demikian, para karyawan outsourcing tidak terlindungi dan tidak terpenuhi hak-haknya. Sebagian besar daripada mereka digaji di bawah UMR mengingat mereka yang biasanya menjadi karyawan outsourching adalah mereka yang tidak memilik kompetensi tinggi.

Untuk itu JK-win solution untuk mengatasi permasalahan tersebut, mencoba membuat suatu terobosan baru, yang menguntungkan semua pihak. Yang pertama dilakukan adalah merevisi UU no 13 Tahun 2003, yakni mereka yang melakukan pekerjaan outsourching harus bernaung dalam perusahaan tertentu, yang mana perusahaan tersebut bertanggung jawab untuk segala jaminan sosialnya serta meningkatkan kompetensinya.

Jadi ini semacam perusahaan subkon yang mendistribusikan tenaga outsourcing, kepada perusahaan yang membutuhkannya. Namun ia tetap di bawah perlindungan perusahaan induk, baik itu jaminan kesehatan, jaminan sosial dan jaminan pensiun. Dan perusahaan yang memakai tenaga outsourching tidak boleh lagi mengambil outsourching dengan seenaknya dan menggaji mereka di bawah UMR. Kalau perlu pegawai Outsourcing UMR mereka lebih tinggi daripada pegawai permanent biasa. Ini mengingat sekian persen dari penghasilan mereka dipotong oleh perusahaan induk. Dengan begitu diharapkan permasalah outsourcing ini bisa diselesaikan secara Lebih Cepat dan Lebih Baik…

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered By Blogger | Portal Design By Djabalok Gen © 2009 | Resolution: 1024x768px | Best View: Firefox | Top